mukhalafatu lil hawaditsi artinya

Diposting pada
5/5 - (4 votes)

Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah Mukhalafatuhu Lil Hawaditsi Beserta Artinya

Wajib bagi Allah mempunyai sifat ”Mukhalafatu lil bawadisi.” Artinya, tidak menyerupai dengan perkara baru (mahluk-Nya).

Maka, sifat ketidak-samaan Allah dengan makhluk merupakan suatu ibarat mengenai hilangnya sifat jisim, sifat benda, sifat kulli (keseluruhan), sifat ju’i (sebagian) dan beberapa hal yang menetap pada Allah. Adapun hal-hal yang menetap pada sifat jisim, berada pada tempat yang cukup.

Baca Juga : Al Muhshii Artinya

Yang menetap pada sifat benda, berada pada perkara lain (seperti buku dimeja, arloji di tangan atau kunci di saku) yang menetap pada sifat kulli (keseluruhan) ialah besar, pada sifat juz’i (sebagian) ialah kecil dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, apabila setan melontarkan (membisikkan) kata-kata di dalam hati andabahwa: “Kalaulah sekiranya Allah itu tidak merupakan jisim, benda, mempunyai bagian atau sebagian, maka bagaimana pula hakikat Allah itu?” Maka jawabnya adalah: ”Tidak ada yang mampu mengerti akan hakikatAllah, kecuali Allah sendiri.

“Ditegaskan di dalam Al-Qu’r an sebagaimana firman-Nya:”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syura : 11)Oleh karena itu,

Allah bukanlah merupakan jisim yang bisa digambarkan atau benda yang sangat terbatas oleh ruang dan waktu.Allah Ta’ala tidak mempunyai tangan, mata, telinga dan lain-lain seperti yang dipunyai mahluk-Nya.Allah tidak menyerupai benda yang dapat diukur dan dapat dibagi-bagi. Sebaliknya, benda pun tidak dapat menempati kedudukan (posisi) Allah.

Begitu juga tidak berupa sifat dan sifat pun tidak dapat menempati posisi Allah.Allah tidak menyerupai perkara yang wujud, begitu pula perkara yang wujud tidak menyerupai Allah. Ukuran tidak akan bisa untuk mencapai Allah dan arah tidak bisa memuat dan meliput-Nya.

Baca Juga : Al Hamid Artinya

Demikian pula bumi dan langit yang tidak memadai jika ditempati oleh Allah.Allah Yang mengangkat derajat segala sesuatu dan lebih dekat dari urat nadi manusia.Allah Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.

Kedekatan Allah tidak menyerupai dengan dekatnya jisim.Allah Maha Luhur dari tempat yang meliputi-Nya, sebagaimana Allah Maha Bersih dari segala masa yang akan membatasi-Nya.Allah telah wujud sebelum masa dan tempat diciptakan.

Dia (Allah) akan tetap berada di atas segala yang ada.Mustahil Bagi Allah Memiliki Sifat Mumatsalah (Menyerupai).Adapun lawan dari sifat ini adalah mumatsalah (menyerupai). Artinya, apabila Allah  tidak menyerupai dengan mahluk, niscaya Allah akan menyerupai pada semua mahluk-Nya. Akan tetapi, persamaan tersebut adalah batal.

Sebab, apabila Allah menyerupai pada perkara yang baru, sudah barang tentu Allah pun baru sepertinya. Karena, semua apa yang ada pada salah satu dari dua kesamaan, maka yang lain pun ada kesamaannya.Akan tetapi, apabila keberadaan Allah merupakan hal yang baru, maka hal itu adalah muhal (tidak mungkin) disebabkan oleh kuatnya dalil tentang wajibnya Allah mempunyai sifat qidam.

Jika dipandang dari segi, bahwa Allah wajib mempunyai sifat mukhalafah lil hawadisi, maka mustahil bila Allah mempunyai sifat yang berlawanan dengan sifat tersebut, yakni sifat mumatsalah. Mengenai gambaran mumatsalah (kesamaan) ada beberapa macam, diantaranya:

Allah memiliki jisim, baik tersusun (tubuh) maupun tidak tersusun. Juga dinisbatkan pada benda atau sifat.

Yang membutuhkan tempat atau sisi yang ada pada suatu benda yang karenanya tidak akan berada di atas arsy dan tidak pula di bawahnya.Allah mempunyai sisi yang tidak akan berada di atas serta tidak pula di sebelah kanan dan kirinya.

Baca Juga : Al Waliyy Artinya

Atau Allah berada pada suatu tempat yang terbatas dengan masa.Allah di lingkari oleh dua peristiwa baru, yaitu malam dan siang. Atau Dzat Allah yang luhur itu bersifat seperti mahluk-Nya yang memiliki kekuasaan baru, kehendak baru, bergerak atau diam, berwarna, kecil, besar (dalam arti banyak bagiannya).

Allah bersifat dengan beberapa kesengajaan di dalam segala pekerjaan dan hukum-Nya, seperti menciptakan Zaid bukanlah karena adanya maksud (dari maksud-maksud) tertentu. Artinya, ada kemaslahatan yang bisa mendorong Allah untuk melaksanakan pekerjaan itu.

Akan tetapi, merupakan permainan saja (tidak mengandung hikmah). Dan hukum Allah seperti mewajibkan salat kepada kita bukanlah karena adanya maksud-maksud tertentu.

Artinya, ada maksud kemaslahatan yang mendorong Allah untuk menetapkan hukum wajib itu.Semua hal tersebut  itu bagi Allah adalah mustahil. Oleh karena itu, dari contoh yang telah diuraikan, maka sifat-sifat yang mustahil tidak mungkin ada bagi Allah.

MUKHALAFAH LILHAWADITSI

Mukhalafah Lilhawaditsi (Tidak sama dengan yang baru) adalah sifat Salbiyah artinya  sifat yang mencabut atau menolak adanya persamaan Allah dengan yang baru.

Dalam arti lain bahwa Allah tidak sama dengan yang baru atau berbeda dengan makhluk ciptaa-Nya. Perbedaan Allah dengan makhluk-Nya mencakup segala hal, baik dalam dzat, sifat, dan perbuatannya. Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).

Baca Juga ; Al Matin Artinya

Seumpanya terlintas dalam pikiran seseorang bahwa Allah itu seperti yang ia hayalkan atau bayangkan, maka Maha Suci Allah, Dia tidak seperti apa yang dihayalkan atau di pikirkannya. Makanya jangan sekali kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena manusia tidak akan mampu untuk melakukannya.

Adapun kebalikan dari Al-Mukhalafah Lil Hawaditsi adalah Mumatsalah lil Hawaditsi, yakni mustahil Allah sama dengan yang baru atau sama dengan makhluk-Nya. Tentu ini adalah hal yang mustahil.

Contoh yang paling gampang adalah kursi yang dibuat dari kayu. Kursi dibuat oleh tukang. Mustahil kursi itu sama dengan tukang pembuat kursi. Sifat ini menjelaskan bahwa tukang pembuat kursi berbeda dengan hasil ciptaannya. Dan masih banyak lagi contoh contoh yang lain.

Apakah ada kesamaan antara pencipta dengan hasil ciptaannya? Tentu berlainan bukan? Bahkan robot yang dibuat mirip dengan manusia saja tidak akan sama dengan manusia yang membuat robot itu.

Kalau itu sesama benda, apalagi Allah yang menciptakan seluruh alam semesta, sudah pasti berbeda dengan ciptaan-Nya. Mustahil Allah itu sama dengan ciptaan-Nya. Jika  sama dengan makhluknya misalnya terbuat dari darah, daging dan tulang niscaya Allah itu bisa mati, bisa dibunuh atau bisa disalib oleh manusia.

Jadi mustahil jika Allah itu dilahirkan, melahirkan, menyusui, buang air, tidur, lupa dan sebagainya. Itu semua adalah sifat manusia, bukan sifat Allah. Allah itu Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha Hebat. Dan segala Maha-Maha yang bagus lainnya harus disifatkan kepada sifat sifat Allah.

Kita mempercayai bahwa Allah itu hidup, tapi sifat hidup Allah berbeda dengan sifat hidup makhluk Nya. Allah itu dari dulu, sekarang, dan kapan saja hidup. Tidak ada batas dalam kehidupan Allah.

Sebaliknya makhluk-Nya seperti manusia dulunya tidak ada, kemudian dilahirkan, kemudian berada dan hidup setelah dilahirkan, setelah itu tidak ada lagi atau mati lalu dikubur.

Baca Juga : Al Qawiyyu Artinya

Jadi meskipun sekilas sama arti hidup, namun sifat hidup Allah berbeda dengan makhluk-Nya. Bukan sifah hidup saja yang berbeda tapi semua sifat sifat Allah lainnya juga berbeda dengan sifat sifat makhluk-Nya, berlainan dan tidak serupa dengan makhluk-Nya.

Hikmah dan Atsar

Kita sebagai muslim jangan sekali kali memikirkan atau menghayalkan atau membahas dzat Allah karena kita tidak akan mampu untuk melakukannya.

قال أبو بكر الصديق فيما نقله الزركشي ورواه الرفاعي في البرهان المؤيد: العجزُ عن دَرْك الإدراكِ إدراكُ والبحثُ عن ذاتِهِ كفرٌ وإشراكُ

Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq ra berkata seperti yang dikatakan Al-Zarkasyi dan diriwayatkan oleh Al-Rifae’i dalam kitab Al-Burhan Al-Muayyed: ”Ketidakmampuan untuk mengetahui Allah adalah sebuah kemampuan sedangkan membahas dzat Allah adalah kufur dan syirik”.

Maksudnya disini jika kita mengakui akan kelemahan kita tentang dzat Allah, berarti kita telah mengenal Allah. Jika ruh saja sebagai makhluk yang ada pada tubuh manusia kita tidak bisa membahasnya, bagaimana kita ingin membahas dzatnya Allah.

Baca Juga : Al Wakil Artinya