Iradat Artinya

Diposting pada

Pengertian Iradah

Iradah (Berkehendak) adalah Sifat Ma’ani yang artinya Allah berdiri dengan dzat-Nya dan menentukan sesuatu dengan kemungkinan-Nya. Dalam arti lain bahwa Allah mungkin (boleh atau tidak boleh) berkehendak untuk bertindak atau menentukan segala sesuatu sesuai keinginan-Nya.

Allah memiliki kehendak yang sangat luas. Dia mungkin berkendak memberikan kekayaan kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia bisa pula mencabut kekayaannya. Dia mungkin berkehendak memberi kemuliaan kepada orang yang Dia kehendaki dan pula Dia mungkin mencabut kemuliaannya.

Di tangan Allah segala kehendak. Allah maha kuasa atas segala sesuatau yang Dia kehendaki, tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak-Nya. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah.

Baca Juga : Qudrat Artinya

إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).

Adapun lawan dari sifat Iradah adalah Karahah yang mempunyai makna terpaksa, maksudnya mustahil Allah berbuat sesuatu karena dengan paksaan atau terpaksa atau tidak dengan keinginan dan kehendak-Nya sendiri.

Allah memiliki sifat selalu berkeinginan atau berkehendak. Keinginan dan kehendak Allah sesuai dengan kemauan-Nya sendiri, tak ada rasa terpaksa atau dipaksa oleh pihak lain, tidak ada tekanan atau mengharap imbalan.

Kehendak Allah juga tidak dipengaruhi oleh pihak lain,  kehendak-Nya tidak terbatas, dan dapat melakukan apa saja tanpa memberi kuasa kepada yang lain. Begitu pula Allah mungkin mencegah kehendak-Nya dengan kehendak-Nya sendiri, tidak ada satu makhlukpun yang bisa mencegah kehendak-Nya.

Manusia juga berkehendak, tapi kehendak manusia adalah terbatas pada kemampuannya sendiri. Manusia boleh berkehendak, namun Allah juga yang menentukan hasilnya.

Berapa banyak seseorang berkehendak menginginkan sesuatu tapi ia tidak memperolehnya karena Allah berkehendak yang lain. Bercita cita adalah suatu hal yang baik tapi keberhasilan cita cita itu berada pada kehendak Allah. Di atas kehendak manusia masih ada kehendak Allah.

Baca Juga : Wahdaniyah Artinya

Uraian di atas menunjukkan bahwa manusia itu lemah dan memiliki keterbatasan, sedang Allah Maha Kuasa memiliki segala kehendak yang tidak terbatas. Meskipun demikian, Allah menyukai manusia yang berusaha dan berkehendak, namun semua kembali kepada kehendak Allah dan kita harus menerima apapun hasilnya.

Hikmah dan Astar

Menurut akidah Asy’ariyah bahwa Allah menciptakan manusia dan perbuatannya

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ – الصافات ﴿٩٦

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat itu” (As-Shaaffaat, 96)

Manusia diberikan kehendak oleh Allah dalam melakukan perbuatannya, karena itu manusia dimintai pertanggungjawaban dalam segala hal yang timbul dalam dirinya. Menurut mereka, pertanggungjawaban itu terkait erat dengan usaha dari manusia.

Menurut faham Al-Asy’ary diartikan bahwa yang mewujudkan perbuatan dan kehendak manusia adalah Allah, namun manusia diberi pilihan untuk melaksanakan kehendaknya atas kehendak Allah.

Ini mengandung arti Allah menciptakan kehendak bersifat sementara yang berkaitan perbuatan pada manusia, dan kehendak itu tidak memiliki pengaruh yang hakiki dalam mewujudkannya, hanya kehendak Allah-lah yang memberikan pengaruh yang sebenarnya.

Jadi, dapat dipahami tentang konsep Al-Asy’ariyah tersebut bahwa Allah adalah pengantar dari segala kehendak manusia dalam perbuatannya.

Baca Juga : Qiyamuhu Binafsihi Artinya

Dengan sarana kehendak yang telah Allah berikan kepada manusia, manusia memiliki kemauan atau kehendak untuk melaksanakan perbuatannya. Namun semua pelaksanaan perbuatan itu akan menjadi kenyataan hanya dengan kehendak Allah.

Manusia mempunyai kebebasan dalam perbuatan dan kehendaknya. Manusia bebas mengarahkan daya yang diciptakan Allah itu untuk mewujudkan perbuatan sesuai dengan kehendak dan keinginan.

Manusia mempunyai peranan penting dalam mengarahkan perbuatan dan kehendaknya. Namun, perbuatan dan kehendak manusia tetap ciptaan Allah. Karena pada hakekatnya manusia tidak mampu berbuat apa-apa tanpa adanya kehendak Allah

Baca Juga : mukhalafatu lil hawaditsi artinya