Pengertian Yaumul Baats

Diposting pada

Yaumul ba’ats

Yaumul ba’ats adalah hari dibangkitkannya manusia dari alam kubur untuk diarahkan menuju ke padang mahsyar.

Kebangkitan manusia ini akan terjadi setelah ditiupkan sangkakala yang kedua oleh Malaikat Israfil.

Seluruh manusia mulai zaman Nabi Adam sampai manusia terakhir bangkit dari kubur.

Adapun keadaan mereka bermacam-macam sesuai dengan amal perbuatan mereka pada waktu hidup di dunia.

Firman Allah Swt.

“Lalu ditiuplah sangkakala (yang kedua kalinya), maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya”. (Q.S. Yāsin/36:51)

Karena kesombongannya, sebagian orang tidak mau percaya tentang kejadian hari akhir.

Orang-orang seperti ini kelak akan tercengang, menyesal, malu, lantas menundukkan kepala mereka dengan lesu.

Mereka merasa kebingungan dan sangat panik karena tidak pernah menduga hal semacam ini akan terjadi.

Orang-orang yang ingkar semacam ini diibaratkan Allah Swt. seperti belalang yang beterbangan ke sana kemari karena cemas, panik, dan bingung.

Pandangan mereka tertunduk dan ketika mereka keluar dari kuburan, mereka panik seperti belalang yang beterbangan serta meloncat dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.

Rasulullah saw. secara lebih jelas menceritakan kisah yang akan terjadi kelak di hari kebangkitan seperti berikut ini:

“Telah menceritakan kepada Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan (pada hari kiamat) ada yang berjalan, berkendaraan, dan akan diseret di atas wajah kalian.” (H.R. Tirmizi)

Meyakini adanya kebangkitan dari kematian adalah salah satu keyakinan yang membedakan antara iman dan kufur. Al Qur’an, as Sunnah, dan ijma’ umat Islam sangat jelas menunjukkan adanya kebangkitan itu. Bahkan semua pengikut risalah samawiyah (risalah langit) juga mengakuinya. Namun banyak orang yang salah dan tersesat dalam masalah ini, sebagian mereka ada yang mengingkari  proses kejadian dan hari tempat kembali (ma’ad), mereka berkata: “Tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan.” (QS. Al Dukhan: 35).

Al Qur’an al Karim telah panjang lebar membicarakan tentang kebangkitan untuk meyakinkan eksistensinya, menyebutkan contoh yang mengindikasikannya, dan bantahan terhadap syubhat yang dihembuskan orang-orang yang mengingkarinya.

Allah Ta’ala berfirman:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.” (QS. Al Nisa’: 87)

قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِينَ وَالْآَخِرِينَ لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ

Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (QS. Al Waaqi’ah: 49-50)

Di antara argumentasi yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an untuk menunjukkan hakikat keberadaan hari kebangkitan adalah firman-Nya tentang Qudrah (Maha Kuasa)-Nya menghidupkan bumi yang mati  untuk menunjukkan atas kemampuan-Nya menghidupkan orang dari kematiannya.

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushilat: 39)

Dalam ayat di atas, Allah menjadikan Qudrah-Nya menghidupkan bumi yang sebelumnya mati untuk menunjukkan kemampuan-Nya menghidupkan kembali orang mati dan membangkitkan orang yang berada di dalam kubur.

Ayat lain yang masih mengupas tema ini adalah firman Allah:

وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ  ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ السَّاعَةَ آَتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ

Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala suatu,dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (QS. Al Hajj: 5-7)

Allah juga menjadikan Qudrah-Nya memulai penciptaan untuk menunjukkan Qudrah-Nya mengembalikannya dalam bentuk awal, bahkan itu lebih mudah bagi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Ruum: 27)

Allah juga menjadikan Qudrah-Nya memulai penciptaan untuk menunjukkan Qudrah-Nya mengembalikannya dalam bentuk awal, bahkan itu lebih mudah bagi-Nya.

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى، أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى، ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى، فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى، أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى

Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?. Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal darah. Lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (QS. Al Qiyamah: 36-40)

Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; Ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yaasin: 77-79)

Sebagian pendapat mengatakan, ayat itu turun terhadap Ubai bin Khalaf atau al ‘Ash bin Wail ketika datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sambil membawa tulang yang telah hancur luluh di tangannya. Ia meremas tulang itu dan meniupnya ke udara dan berkata, “Hai Muhammad, apakah engkau yakin Allah akan membangkitkan ini? Atau berkata, “Apakah Allah akan menghidupkan ini setelah hancur?!

Allah Ta’ala berfirman, (artinya) “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati”. (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Al Nakhl: 38)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: “Anak Adam (manusia) telah mendustakan dan mencela-Ku, padahal dia tidak pantas berbuat demikian. Adapun pendustaannya terhadap-Ku dengan dia berkata, “Dia (Alah) tidak akan mengembalikanku sebagaimana ia menciptaanku”, bukankah menciptakan untuk pertama kali lebih susah daripada mengembalikannya pada bentuk semula? Adapun cercaannya kepada-Ku dengan dia berkata, “Allah mengambil seorang putra,” padahal Aku Dzat Yang Maha Esa (tunggal) dan Maha Tumpuan, Aku tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada seorangpun yang setara dengan-Ku.” (HR. Al Bukhari).