Al Jalil Artinya

Diposting pada
Rate this post

Al Jalil Artinya

Pengertian Al Jalil

Nama Allah, Al Jaliilu ( الجليل ) dibaca Al Jalil termasuk Al-Asma`ul Husna, firman Allah :

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang menpunyai kebesaran dan kemuliaan(Ar-Rahmaan [55]: 27)  

Baca Juga : Al Hasib Artinya

Makna Kata Al Jalil

Nama Allah, Al Jaliilu Yang bersifat-sifat yang mulia, yang benar-benar mulia.

Arti Al Jalil secara bahasa:
Terambil dari kata Al Jillah. Awalnya berarti (1) unta yang besar dan  (2) sifat di badan yang besar. Kemudian dipahami juga sebagai (1) kedudukan yang tinggi dan (2) peranan yang penting
Di dalam Al Quran:
Tidak ditemukan kata Jalil. Namun ada 2 ayat yang menunjuk kepada sifat ini dengan redaksi ذوالجلالوالاڪرام yaitu dalam QS. Ar Rahman: 27 dan 78.
Makna Al Jalil bagi Allah:
  1. Ar Raazy dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kata Jalal mengandung syarat menafikan (meniadakan) seperti: Allah bukan fisik, Allah tidak lemah dsb. Jika demikian maka Allah Jalil berarti: Dia Yang Maha Agung dari segala yang tidak wajar bagiNya.
  2. Dia yang berwenang memerintah dan melarang. Dia yang menampakkan diri kepada makhlukNya tetapi mereka tak mampu melihatNya dengan mata kepala karena mata kepala mereka tak mampu menyaksikan Keindahan dan Kesempurnaan cahayaNya.
  3. Imam Ghozali berpendapat: Al Jalil adalah yang menyandang sifat-sifat Jalal (Keagungan dan Kesempurnaan) yaitu Maha Kaya/ tidak butuh.

Baca Juga : Al Mumit Artinya

Meneladani asma ini:
  1. Hendaknya manusia selalu tampil indah dan bersih baik lahir maupun batin.
  2. Hendaknya manusia menyandang sifat-sifat mulia, serta budi pekerti luhur.

Asmaul Husna berasal dari kata ismi (nama) husna· Artinya nama-nama yang indah. Nama-nama tersebut hanya dimiliki dan disandang oleh Allah SWT, jumlahnya sebanyak 99 (sembilan pUluh sembilan). Menurut Abdullah bin Sani dalam bukunya Asmaul Husna dalam komentar, 76 nama dari Asmaul Husna terdapat dalam Al Qur’an, sedang yang 23 lainnya terdapat dalam hadits.

Adanya Asmaul Husna diterangkan dalam Al Qur’an. “Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki Al Asmaul (nama-nama baik)“. (QS. Thoha: 8).

Asmaul Husna merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. “Allah memiliki Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf: 180) Katakanlah, “serulah Allah atau serulah ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu menyeru-Nya, maka bagi-Nya nama-nama yang baik.” (QS. Al Isra’: 110).

Dijelaskan pula dalam hadits: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus dikurangi satu. Barangsiapa menghafalkannya, akan masuk surga. Sesungguhnya itu witir (tidak genap). Dia menyukai witir itu.”(HR. Imam Baihaqi)

Baca Juga : Al Hafiz Artinya

Dalil

Rasulullah saw pernah bersabda dalam sebuah hadits Qudsi: “Kalau aku sudah mencintaimu, maka ketika kamu melihat sesungguhnya kamu melihat dengan pengelihatn-Ku, ketika kamu mendengar , kamu mendengar dengan pengelihatan-Ku. Kalau kamu minta pertolongan , akan Aku kutolong segera dan jika kamu meminta perlindungan, kamu akan Aku lindungi “ (HR. Bukhari).

Masalahnya sanggupkah kita mengarahkan diri untuk selalu ada dalam cinta-Nya, perhatian-Nya, pertolongan-Nya, perlindungan-Nya ?.

Untuk dicintai-Nya kita harus mencintai-Nya, agar selalu ditolong, diperhatikan, dan dilindungi terlebih dahulu kita harus berbakti dengan sepenuh hati kepada-Nya dan juga makhluk-Nya. Perilaku luhur seperti ini merupakan refleksi keimanan seorang hamba dan bukti bahwa sifat Ke-Maha Luhuran Allah itu diteladani.

Ke-Maha Luhuran Allah itu tidak hanya bergelantungan di angkasa , seperti tegaknya langit tanpa tiang , berotasinya triliunan benda angkasa, tetapi sifat Al-Jalil (Maha Luhur) itu melingkupi Dia Yang Maha Kaya,, Mha Kuasa, Maha Suci, Maha Mengetahui, dan Maha Menentuka.

Jadi Al-Jalil adalah sifat Zat yang sempurna Kebesaran-Nya dari paripurna Keagungan-Nya. Tidak ada apa dan siapapun yang menandingi Zat, sifat dan perbuatan-Nya. Ia bukan berbentuk fisik, tidak butuh sesuatu, tidak lemah dan menafikkan diri-Nya dari segala sesuatu yang tidak wajar bagi-Nya.

Baca Juga ; Al Kabir Artinya

Kendati tidak ditemukan kata “Jalil” dalam Al-Quran, tetapi dalam Al-Quran surat Ar-Rahman /55:27 dan 78 Allah menggambarkan diri –Nya sebagai pemilik Jalal(keluhuran) “Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai keluhuran dan kemuliaan.

Maha Agung Nama Tuhanmu yang mempunyai Keluhuran dan Karunia”, Bagi Prof. Quraish Shihab, pemilik Al-Jalal  tak lain adalah Allah Al-jalil. Pun kemuliaan yang disandang Allah terhimpun didalam sifat itu.

Mengenai sifat ini Al-Ustadz Mahmud Samiy dalam Mukhtashar fi Ma’ani Asma’Allah Al-Husna mendeskripsikan bahwa Al-Jalil adalah Zat yang mengumpulkan sifat-sifat Allah secara mutlak. Sebab semua keelokkan , kesempurnaan , dan kebaikan yang ada dialam ini semua berasal dari cahaya Zat-Nya dan bekas-bekas sifat-Nya.

Karena itu mereka mengenal_nya dan yang memandang keelokkan-Nya merasa senang, lezat, nikmat, gembira dan bahagia. Jadilah Allah Zat yang Jalil sekaligus Jamil vis-avis semua makhluk. Dengan demikian , Allah adalah Zat Yang Luhur dan dicintai dan dirindukan.

Hanya saja, mereka yang rindu kepad_Nya dan beroleh keindahan saat memandang-Nya berselubung rahasia. Karena orang yang buta tidak bisa mengenali apa-apa didepan matanya kendati keindahan itu bisa membuatnya pingsan atau bahkan kehilangan nyawa.

Bagi mereka yang terbuka mata hatinya menjadi nyat bahwa keluhuran dan keindahan sifat Allah itu melampaui segala sesuatu yang dikenalinya atau tidak pernah melayang dalam memorinya. Sayang kini banyak diantara kita, yang tetap berbahagia menjadi “Orang-orang buta” dengan menganggap bahwa dirinya mengetahui apa saja dengan mata kepala.

Dalam lensa sejarah, kita diperkenalkan dengan sosok Nabi Musa yang memaksa ingin melihat Tuhan nya dengan mata kepala. Padahal salah satu dari makna Al-Jalil adalah Dia yang menempatkan diri dihdapan makhluk-Nya namun mereka tidak kuasa melihat-Nya dengan perspektif visual yang dangkal.

Baca Juga : Al Aliy Artinya

Segala makhluk tak mampu menyaksikan keindahan kesempurnaan cahaya –Nya. Mata raga tak kuasa menerima kiriman cahaya dari Keluhuran Zat yang dilihatnya.

Inilah kisah Nabi Musa itu, Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”.

Tuhan berfirman : “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu , maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sedia kala) niscahya kamu dapat melihat-Ku”, tatkala tuhan itu melihatkan pada gunung itudijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jath pingsan. Maka setelah Musa sadadr kembali dia berkata : “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada engaku dan aku orang yang pertama-tama beriman” (QS.AlA’raf/7:143).

Sebagai Al-Jalil, Dia membagi-bagikan sepercik kekayaan kepada siapa yang dihendaki-Nya. Makhluk yang diberikan kekayaan akan merasakan kebahagiaan kelebihan materi, dan bisa mendayagunakan semua potensinya untuk menancapkan eksistensinya dimuka bumi.

Bedanya kalau kekayaan makhluk bisa berkurang atau bertambah ketika diberikan bagi sesamanya, kekayaan Al-Jalil tidak bisa dipengaruhi aoleh apa dan siapapun. Ia Maha Kaya Karena diri-Nya. Manusialah yang membutuhkanya.

Baca Juga ; As Syakur Artinya

Allah menegaskan :”Ketahulah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”, (QS. Al-Baqarah /2:267). “Tuhanmu Maha Kaya lagi Maha Memiliki Rahmat” (QS. Al-An’am/6:133) “Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta (QS.Al-Ankabut/29:6). “Allah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah yang butuh kepad-Nya”, (QS. Muhammad/47:38).

Sebagai Al-Jalil Dia mendelegasikan keberadaan-Nya kepada sekalian makhluk di muka bumi. Dalam bahasa manusia, mereka yang berkuasa itu disebut raja, kaisar, presiden, kanselir, yang dipertuan agung, pemimpin tertinggi, mullah, Amir, ayatollah, perdana menteri atau maha patih.

Tidak seperti manusia, Al-Jalil tidak butuh protokoler pasukan segelar sepapan, pengawal dan asisten. Ia pun tidak lalu luntur kekuasaan-Nya ketika turun untuk menolong mereka yang miskin, terpinggir dihinakan, atau manusia dengan basis kontituen politik yang lemah.

Semua kekuasaan yang saat ini dipegang manusia dijagat ini pada hakikatnya adalah milik Allah Al-Jalil. Allah berfiman :”Allah yang meanugerahkan kerajaan-Nya (di dunia ini) kepada siapa yang dia kehendaki dan Dia Maha luas Anugerah-Nya lagi Maha Mengetahui (QS.Al-Baqarah/2:247). Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan , Engkau beri kerajaan kepada orang yang Engkau kehendakai dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki” (QS. Al- Imran/3:26).

Baca Juga : Al Ghafur Artinya

Sebagai Al-Jalil, Allah lah yang membuat makhluk-Nya dimuliakan oleh sesamanya. Ia pemilik kemuliaan. Dengan sifat-Nya diangkatlah derajat manusia yang tadinya hina dina. Seperti membalik telapak tangan , manusia yang tidak pernah diperhitungkan , serta merta memperoleh pengikut , dukungan dan dieluk-elukkan karena dimuliakan Allah.

Al-Jalil bahkan mengajarkan bahwa bersentuhan dengan masyarakat pada tingkat akal rumput tidak akan membuat hilang kemuliaan. Karena selama ini, Al-Jalil lah yang telah memberi pengemis tempat di kolong jembatan, melindunginya ketika tidur, memeprtemukan dengan sebungkus nasi bekas.

Sebaliknya, manusia merasa malu dengan baju kemuliaan dan kebesarannya manakal berurusan dengan orang-orang miskin, penduduk kampung kumuh, kaum terlantar dan anak-anak jalanan. Padahal jika Allah menhendaki disanlah seseorang bisa jadi akan mendapatkan keluhuran , kekuasaan, dan kemuliaan dari Allah Pemilik Kemuliaan.

Allah memberi kita pedoman :”Barang siapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersykur untu (kebaikkan) dirinya, dan barang siapa ingkar , maka sesungguhnya TuhankuMaha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. AN-Nahl /16:40). “Sesunggunya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka didaratan dan dilautan” (QS. Al-Israa/17:70).

Semoga kita bersama-sama dalam prosesi menjadi hamba yang luhur , mulia, diberi kuasa, mampu mengintip keindahan-Nya. Inilah pribadi Abdul Jalil. Yakni, seperti kaya Syekh AL-Jerrahi, hamba yang memiliki sifat sempurna. Perasaanya, pikiranya, dan perbuatannya berusaha meneladani Rasulullah saw dengan menyesuikan diri dengan citra Tuhannya.

Baca Juga : Al Azim Artinya

Karena itulah Abdul Jalil dianugerahkan kebesaran dan keluhuran oleh Allah swt sebagai Al-Jalil. Semoga kita yang saat ini berhimpun dalam tenda agama-Nya, termasuk diantaranya. Semoga, Aamiin.