Pengertian Mubtada
Daftar Isi Artikel
Mubtada’ adalah subjek (musnad ilaih) yang tidak didahului oleh ‘amil. Sedangkan khobar adalah lafadz yang disandarkan pada mubtada’ yang di gunakan untuk menyempurnakan faedah bersama dengan mubtada’. Adapun jumlah yang tersusun dari mubtada’ dan khobar disebut jumlah ismiyah.
Mubtada’ dan khobar adalah dua isim yang dapat membentuk atau menciptakan jumlah yang berfaedah.
Seperti contoh; الحَقّ مَنصُورٌ (kebenaran itu pasti tertolong) dan seperti contoh; الاِسْتِقلالُ ضامِنٌ سَعادَةَ الاُمَّةِ (kemerdekaan adalah jaminan kebahagiaan ummat).
Adapun mubtada’ itu berbeda dari khobar, bahwasannya mubtada’ itu adalah isim yang di khobari (مُخبَر عنه) dan sedangkan khobar itu adalah isim yang memberikan khobar (مُخبَر به).
Baca Juga : Jamak Muannats Salim
Hukum Mubtada
Mubtada’ memiliki lima hukum, antara lain:
Wajib rofa’. Sekali tempo mubtada’ dibaca jar dengan menggunakan ba’ (البَاء) atau min (مِنْ) yang keduanya berupa zaidah (tambahan), atau dengan menggunakan rubba (رُبَّ) yang mana rubba adalah huruf jar yang diserupakan dengan zaidah.
- Seperti contoh; بِحَسْبِكَ اللهُ . ( بِحَسْبِكَ) ba’ adalah huruf jar zaidah, adapun lafadz ( حَسْب) di jarkan secara lafadz dengan menggunakan huruf ba’, dan lafadz ( حَسْب) mahal rofa’ / berkedudukan rofa’ bahwasannya lafadz tersebut menjadi mubtada’, adapun lafadz (اللهُ) menjadi khobarnya mubtada’.
Dan seperti contoh; هَل مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ
dan juga; يَارُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Wajib berupa isim ma’rifat, seperti contoh; مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ , atau berupa nakiroh mufidah (nakiroh yang bisa memberikan faedah), seperti contoh; مَجْلِسُ عِلْمٍ يُنتَفع به خيرٌ من عبادة سبعين سنة.
- Adapun nakiroh mufidah itu bisa terwujud dengan salah satu syarat dibawah ini;
- Dengan idhofah, baik secara lafadz, seperti contoh; خَمْسُ صَلَوَاتٍ كتبهُنَّ اللهُmaupun secara makna, seperti contoh; كُلٌّ يَمُوْتُ أي كُلُّ أحَدٍ يَموتُ
- Adanya khobar berupa muqoddam dan berkedudukan menjadi dzorof atau jar majrur, seperti contoh; لِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ .
- Jatuh setelah nafi, istifham, laula (لَوْلاَ), ataupun idzan (اِذًا) al-fuja’iyyah (yang bermakna kaget). Seperti contoh; مَا أحَدٌ عِنْدَنَا .
Jawaz (boleh) membuang mubtada’ bila menunjukkan suatu dalil, seperti ucapan “كيفَ سَعِيْدٌ؟” maka akan di jawab “مُجتَهِدٌ” maksudnya; هُوَ مُجْتَهِدٌ . mubtada’ yang berupa lafadz هُوَ disini dibuang, bolehnya membuang هُوَ (mubtada’) disini karena menunjukkan dalil, yakni menjadi jawab dari perkataan “كيفَ سَعِيْدٌ؟” . Dan seperti contoh dalam al-qur’an surat an-nur ayat 1; سُــْورَةٌ أنْزلْنَاهَا , lafadz سُــْورَةٌ menjadi khobar dari mubtada’ yang dibuang, kira-kiranya yaitu هَذِهِ سُــْورَةٌ .
- Wajib membuang mubtada’, adapun dalam hal ini terjadi pada empat tempat, antara lain;
- Ketika menunjukkan jawab qosam, seperti contoh;فْعَلَنَّ كَذَا فِي ذِمَّتِي لأ maksudnya;عَهْدٌ اَوْ مِيْثَاقٌ فِي ذِمَّتِي.
- Ketika adanya khobar berupa mashdar yang mengganti dari fi’ilnya, seperti contoh; صَبْرٌ جَمِيْلٌ maksudnya صَبْرٌ جَمِيْل صَبْرِيْ .
- Ketika adanya khobar dikhususkan dengan menggunakan makna memuji atau mencela yang jatuh setelah lafadz ni’ma (نِعْمَ) dan bi’sa (بِئسَ) seperti contoh; نعم الرجلُ أبو طالب و بئس الرجلُ أبو لَهب adapun lafadz أبو dari kedua contoh ini adalah khobarnya mubtada’ yang dibuang, kira-kiranya adalah هُوَ.
- Ketika asalnya mubtada’ berupa na’at maka diputus dari sifat kena’atannya selama menunjukkan makna memuji, mencela ataupun kasih sayang. Seperti contoh; خُذْ بِيَدِ زُهَيرٍ الكريمُ و دَعْ مجالسةَ فلانٍ اللئيمُ و أَحْسِنْ الي فلانٍ المسكينُMaka mubtada’ wajib dibuang dalam semua contoh ini. kira-kiranya ialah; هُوالكريمُ وهُوَ اللئيمُ وهُو المسكينُ .
- Sesungguhnya hukum asal dalam mubtada’ adalah mendahulukannya dan mengakhirkan khobar, dan sekali tempo berlaku kebalikannya yakni wajib mendahulukan khobar dan mengakhirkan mubtada’.
Baca Juga : Tashrif Lughawi dan Istilahi
PEMBAGIAN MUBTADA’
Mubtada’ itu ada tiga bagian, antara lain:
- Mubtada’ yang shorih (jelas) atau isim dzohir, seperti contoh; الكريمُ محبوبٌ .
- Mubtada’ dhomir munfashil, seperti contoh; اَنتَ مُجْتَهِدٌ .
- Mubtada’ yang dita’wil dengan mashdar, seperti contoh; وأن تَصُوْمُوا خَيرٌلكُم adapun ta’wilannya adalah; صَومُكُم خير لكم maka adanya fi’il yang berupa lafadz تَصُوْمُوا dikira-kirakan dalam bentuk mashdarnya menjadi صَومُكُم yang berkedudukan rofa’ karena menjadi mubtada’.
Hukum Khabar
Para ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah sebagai berikut:
1. Wajib merafa’ (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab khabar itu marfu’adalah mubtada , contohnya (أنت كريم) Karim adalah khabar marfu’disebabkan oleh mubtada. Contoh lain (والصلح خير) Khair khabar mubtada marfu’.
2. Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya (محمد فاضل) fadhil adalah nakirah dan ia khabar mubtada.
3. Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari segi tunggalnya atau tasniyah (bentuk duanya) ataupun jamak, contoh (الطالب متفوق), (الطالبان متفوقان), dan (الطلاب متفوقون).
4. Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan kepadanya, dan masalah ini nanti akan dibahas pada pembahasannya.
5. Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan dibahas nanti pada pembahasannya.
6. Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya hanya satu, contohnya (محمد ذكي فطن) zakiyun dan fithn adalah khabar mubtada, contoh lain (أحمد شاعر خطيب كاتب).
7. Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan pembahasan ini pun akan di bahas pada pembahasannya.
Baca Juga : Pengertian Rawi
Macam-macam Khabar
Khabar terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Khabar Mufrad (المفرد)
yaitu khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada tunggal atau mutsanna (bentuk dua) ataupun jamak, dan harus disesuaikan dengan Mubtada dalam pentazkiran (berbentuk muzakkarf=lk) atau ta’nis juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak. Contoh (القمر منير =bulan bersinar), (الطالبة مؤدبة =pelajar pr itu sopan).
2. Khabar Jumlah (جملة),
yaitu khabar yang berbentuk kalimat baik jumlah ismiah (اسمية) maupun fi’liyah (فعليه). Contoh khabar jumlah ismiah (الحديقة أشجارها خضراء =taman itu pepohonannya berwarna hijau) atau (الثوب لونه ناصع =pakaian itu warnanya bersih), Atsaub =adalah mubtada pertama, Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf, dhamir Hu=mudhaf ilaih, Nashi’=khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya menempati posisi rafa’ yaitu khabar dari mubtada pertama.
Adapaun contoh khabar mubtada dari jumlah fi’liyah, (الأطفال يلعبون في الحديقة =anak-anak bermain di taman) yal’abun adalah fi’il mudhari’marfu’karena khabar mubtada yang berbentuk jumlah fi’liyah. Khabar jumlah baik ismiah maupun fi’liyah haruslah berhubungan dengan mubtada.
3. Khabar syibhu jumlah (شبه الجملة)
yaitu khabar yang bukan mufrad atau jumlah akan tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur (جار ومجرور) dan dharf =kata keterangan,(ظرف). Contoh khabar dari jar wal majrur (الكتاب في الحقيبة =buku di dalam tas), (الماء في الإبريق =air di dalam teko). Contoh khabar dari dharf makan (keterangan tempat), (الجنة تحت أقدام الأمهات =surga dibawah telapak kaki ibu), (الطائر فوق الشجرة =burung di atas pohon), contoh dharf zaman (keterangan waktu), (الرحلة يومَ الخميس =bepergian pada hari kamis), (السفر بعد أسبوع =akan bepergian setelah seminggu).
Sumber : https://www.indojayareadymix.com/harga-readymix/
Sumber : https://www.indojayareadymix.com/harga-sewa-concrete-pump-depok/
Baca Juga : Pengertian Sanad