Pengertian Fa’il ‘الفاعل’
Daftar Isi Artikel
Fa’il menurut bahasa artinya adalah “pelaku”, sedangkan menurut ahli nahwu fa’il adalah:
جَاءَ مُحَمَّدٌ Muhammad telah datang
جَاءَ adalah fi’il madhi, مُحَمَّدٌ adalah fa’il (pelaku) yang mana disebut setelah fi’il madhi, dan fa’il dibaca rofa’, tanda rofa’nya dhommah karena termasuk isim mufrod (isim yang menunjukan arti satu)جَاءَ الطَالِبَانِ Dua siswa itu telah datang
Lafadz الطَالِبَانِ adalah fa’il (pelaku), dibaca rofa’, tanda rofa’nya adalah ditambah dengan alif karena termasuk isim tasniyah (isim yang menunjukan arti dua).
جَاءَ الطُلَّابُ Para siswa telah datang
Lafadz الطُلَّابُ adalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya dhommah karena termasuk jamak taksir (isim yang menunjukan arti banyak dan tak beraturan).
جَاءَ المُسْلِمُوْنَ Orang-orang islam telah datang
Lafadz المُسْلِمُوْنَ adalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya ditambah huruf wawu karena termasuk jamak mudzakkar salim (isim yang menunjukan arti banyak yang dikhususkan untuk lelaki dengan menambahkan huruf wawu dan nun, atau menambahkan huruf ya dan nun di akhir kata).
جَاءَ المُسْلِمَاتُ Para muslimah itu telah datang
Lafadz المُسْلِمَاتُ adalah fa’il, dibaca rofa’, tanda rofa’nya dhommah karena termasuk jamak muannats salim (isim yang menunjukan arti banyak yang dikhususkan untuk perempuan dengan menambahkan huruf alif dan ta di akhir kata).
Nah, dari kelima contoh fa’il di atas semuanya dibaca rofa’, karena memang fa’il (subjek/pelaku) dalam Bahasa Arab selamanya HARUS dibaca ROFA’, dan ini menjadi kaidah yang paten dan resmi tertulis dalam ilmu nahwu, kata nadzim:
Fa’il adalah isim yang mutlak dirofa’kan oleh fi’ilnya, dan fi’il (kata kerja) terletak sebelum fa’il.
dari pengertian di atas, sudah sangat jelas bahwa fa’il ini termasuk isim atau kata benda, dan dibaca rofa’ oleh karena fi’ilnya (maksudnya adalah fa’il dibaca rofa karena ia menjadi fa’il, dan fa’il tidak akan menjadi fa’il jika tidak ada fi’il, oleh karena itu, fa’il dibaca rofa’ oleh karena fi’il).
Pembagian Fa’il
Fa’il sendiri dibagi menjadi dua, yaitu dhohir (الظَاهِرُ) dan mudhmar (المُضْمَرُ), berikut penjelasannya:
1. Dhohir (الظَاهِرُ)
Pembagian fa’il yang pertama adalah dhohir, dhohir sendiri menurut bahasa artinya adalah nampak atau jelas, sedangkan menurut istilah fa’il dhohir adalah seperti yang disebutkan dalam kitab al-jurumiyah:
fa’il dhohir adalah lafadz yang menunjukan pada yang disebutkan tanpa ikatan, seperti lafadz زَيْدٌ (zaid:nama orang) dan رَجُلٌ (seorang laki-laki).
قَامَ زَيْدٌZaid berdiri
ذَهَبَ مُحَمَّدٌ Muhammad telah pergi
كَتَبَ مَحْمُوْدٌ الرِسَالَةَ Mahmuud menulis surat
قَرَأَ أَحْمَدُ الكِتَابَ Ahmad membaca buku
جَاءَ الطَالِبُ Siswa itu telah datang
جَاء الطُلَّابُ Para siswa telah datang
قَالَ زَيْدٌ Zaid berkata
ذَهَبَ الطَالِبَانِ Kedua siswa itu telah pergi
Contoh-contoh di atas sudah sangat jelas tentunya bahwa fa’il dhohir adalah fa’il yang langsung disebutkan di dalam kalimat, dan langsung tertuju pada fa’il tersebut, tanpa ada perantara dan tanpa ikatan apapun.
2. Mudhmar(المُضْمَرُ)
Pembagian fa’il yang kedua adalah mudhmar, mudhmar sendiri menurut bahasa artinya adalah ‘yang tersembunyi’, sedangkan menurut istilah fa’il mudhmar adalah seperti yang disebutkan dalam kitab al-jurumiyah:
Fa’il mudhmar adalah lafadz yang menunjukan kepada kata ganti orang yang berbicara (dhomir Mutakallim), kata ganti orang yang diajak bicara (dhomir mukhotob), atau kata ganti orang yang tidak ada (dhomir ghoib, contoh: dia & mereka).
a. Dhomir mutakallim (الضمير المتكلم) dibagi menjadi dua, yaitu dhomir mutakallim wahdah “ضمير متكلم وحده” dan mutakallim ma’al ghoir ‘متكلم مع الغير’.
- Mutakallim Wahdah “ضمير متكلم وحده”
yaitu kata ganti orang yang berbicara ‘mutakallim’ menunjukan arti satu atau sendiri contohnya أنَا (saya), tapi ketika ia menjadi fa’il pada fi’il madhi maka diganti dengan ta’ ta’nits yang berharokat dhommah تُ yang di letakan di akhir kata, lalu huruf sebelum ta’ harus disukun, contoh:
فَتَحَ ‘dia telah membuka‘ —> menjadi فَتَحْتُ ‘saya telah membuka’.
berikut ini contoh mutakallim wahdah ketika menjadi fa’il dalam sebuah kalimat lengkap: فَتَحْــتُ الكِتَابَ Saya membuka bukujadi fa’il dari contoh di atas adalah huruf تُ yang berarti dhomir mutakallim wahdah artinya “Saya”
sedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhore’ maka tambahkan huruf hamzah أ di awal kata, contoh:
أَفْتَحُ الكِتَابَ Saya sedang memuka buku
Baca Juga : Fiil Majhul
- Mutakallim Ma’al Ghoir “متكلم مع الغير”
yaitu kata ganti orang yang berbicara ‘mutakallim’ menunjukan arti sendiri berserta lainnya (maksudnya menunjukan arti orang banyak), contoh: نَحْنُ (kami / kita), tapi ketika ia menjadi fa’il pada fi’il madhi maka diganti dengan nun dan alif yang diletakan di akhir kata lalu huruf sebelum nun alif berharokat sukun, contoh:
فَتَحَ ‘dia telah membuka‘ —> menjadi فَتَحْنَا ‘Kami telah membuka’. berikut ini contoh mutakallim ma’al ghoir ketika menjadi fa’il dalam sebuah kalimat lengkap: فَتَحْــنَا الكِتَابَ Kami membuka bukujadi fa’il dari contoh di atas adalah huruf نَا yang berarti dhomir mutakallim ma’al ghoir artinya ‘kami‘
sedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhore’ maka tambahkan huruf nun ن di awal kata, contoh:
نَــفْتَحُ الكِتَابَ Kami sedang memuka buku
b. Dhomir Mukhotob (الضمير المخاطب)yaitu kata ganti orang yang diajak bicara atau lawan bicara, berikut ini dhomir mukhotob:
- أنْتَ ‘Kamu (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk seorang mukhotob laki-laki. ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi تَ yang berharokat FATHAH, contoh:
ذَهَبْــتَKamu (laki-laki) sudah pergi
sedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhore’, maka tambahkan huruf ta تَ di awal kata, contoh:
تَــذْهَبُ Kamu (laki-laki) sedang pergi - أنْتِ ‘Kamu (perempuan)’ —> ditunjukan untuk seorang mukhotob perempuan. ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi تِ yang berharokat KASROH, contoh:
ذَهَبْــتِKamu (perempuan) sudah pergi
Sedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhore’, maka tambahkan ta تَ di awal kata, dan tambahkan juga ya dan nun يْنَ di akhir kata, dan huruf sebelum يْنَ harus berharokat kasroh, contoh:
تَــذْهَبِــيْنَ Kamu (perempuan) sedang pergi - أنْتُمَا ‘Kamu berdua’ —> ditunjukan kepada dua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi تُمَا, contoh:
ذَهَبْــتُمَا Kamu berdua sudah pergi
Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhore, maka tambahkan ta تَ di awal kata, dan tambahkan juga alif dan nun ان di akhir kata, contoh:
تَــذْهَبَــانِ Kamu berdua sedang pergi - أنْتُمْ ‘kalian (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk orang banyak mukhotob laki-laki, ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi تُمْ, contoh:
ذَهَبْــتُمْ Kalian (laki-laki) sudah pergi
Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhore’, maka tambahkan ta تَ di awal, dan tambahkan juga wawu dan nun وْنَ di akhir kata, dan beri harokat dhommah sebelum wawu contoh:
تَــذْهَبُــوْنَ Kalian (laki-laki) sedang pergi - أنْتُنَّ ‘kalian (perempuan)’ —> ditunjukan untuk orang banyak mukhotob perempuan, ketika menjadi fa’il dalam fi’il madhi maka menjadi تُنَّ, contoh:
ذَهَبْــتُنَّ Kalian (perempuan) sudah pergi
Sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhore’, maka tambahkan ta di awal kata, lalu tambahkan nun di akhir kata, contoh:
تَــذْهَبْــنَKalian (perempuan) sedang pergi
Baca Juga : Jumlah Ismiyah
c. Dhomir Ghoib (الضمير الغيب)
yaitu kata ganti orang yang tidak ada atau ghoib, yaitu dia dan mereka. Berikut ini dhomir ghoib:
- هُوَ ‘Dia (laki-laki)’ —> ditunjukan untuk kata ganti orang yang tidak ada ‘dia (laki-laki)’. Nah, dalam Bahasa Arab ada namanya fi’il madhi dan fi’il mudhore’, pada awal bentuk kedua fi’il tersebut sebenarnya sudah mempunyai fa’il yang tersembunyi, yaitu هو ‘dia’. contoh:
ذَهَبَ DIA (laki-laki) telah pergi
يَذْهَبُ DIA (laki-laki) sedang pergi - هِيَ ‘Dia (perempuan)’ —> ditunjukan untuk kata ganti orang yang tidak ada ‘dia (perempuan)’. Nah, dalam Bahasa Arab ada namanya fi’il madhi dan fi’il mudhore’, ketika fi’il madhi maka tambahkan ta ta’nits تْ di akhir kata, dan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhore maka tambahkan ta berharokat fathah تَ di awal kata . contoh:
ذَهَبَتْ DIA (perempuan) telah pergi
تَذْهَبُ DIA (perempuan) sedang pergi - هُمَا ‘Mereka berdua’ —> ditunjukan kepada dua orang yang tidak ada atau ghoib, baik laki-laki maupun perempuan, ketika menjadi fa’il pada fi’il madhi maka menggunakan alif di akhir fi’il, contoh:
ذَهَبَــا Mereka berdua telah pergisedangkan ketika menjadi fa’il pada fi’il mudhore’ maka menggunakan huruf ya di awal kata dan tambahkan huruf alif dan nun di akhir kata, contoh:
يَـذْهَبَــانِMereka berdua sedang pergi - هُمْ ‘Mereka (laki-laki)’ —> ditunjukan kepada orang banyak yang tidak ada atau ghoib untuk laki-laki. ketika menjadi fa’il di fi’il madhi maka tambahkan huruf وا di akhir kata dan ubah harokat akhir menjadi dhommah, contoh:
ذَهَبُــوْا Mereka (laki-laki) telah pergi
sedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhore’ maka menggunakan huruf ya di awal kata dan tambahkan huruf ون pada akhir kata, contoh:
يَــذْهَبُــوْنَMereka (laki-laki) sedang pergi - هُنَّ ‘Mereka (perempuan)’ —> ditunjukan kepada orang banyak yang tidak ada atau ghoib untuk perempuan. ketika menjadi fa’il di fi’il madhi maka beri harakat sukun pada huruf akhir dan tambahkan huruf nun di akhir kata, contoh:
ذَهَبْــنَMereka (perempuan) telah pergisedangkan ketika menjadi fa’il di fi’il mudhore’ maka tinggal di beri huruf ya di awal, harokat sukun pada fa’ fi’il, dan beri harakat sukun pada huruf akhir dan tambahkan huruf nun di akhir kata, contoh:
يَــذْهَبْــنَMereka (perempuan) sedang pergi
Baca JUga : Isim Mu’rob Dan Isim Mabni
Kaidah/Ketentuan Fa’il
- Fa’il selalu marfu’ dan terletak setelah fi’il ma’lum, baik secara langsung atau tidak. Contoh:
رَجَعَ أَحْمَدُ مِنَ الْمَسْجِدِ – رَجَعَ مِنَ الْمَسْجِدِ أَحْمَدُ
- Apabila Fa’il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama’ maka fi’ilnya tetap mufrad. Contoh:
جَاءَ الْمُسْلِمُ – جَاءَ الْمُسْلِمَانِ – جَاءَ الْمُسْلِمُوْنَ
- Fi’il dan fa’il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Contoh:
جَاءَ أَحْمَدُ – جَائَتْ فَاطِمَةُ
- Boleh tidak sama muannats dan muadzakarnya antara fi’il dan fa’il apabila:
- Fa’ilnya muanats yang terpisah dari fi’ilnya. Contoh:
سَافَرَتْ أَمْسِ فَاطِمَةُ – سَافَرَ أَمْسِ فَاطِمَةُ
- Fa’ilnya berupa isim muanats majazi. Contoh:
طَلَعَتِ الشَّمْسُ – طَلَعَ الشَّمْسُ
- Fa’ilnya berupa jama’ taksir. Contoh:
قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ – قَالَ الْمَلَائِكَةُ
- Wajib mengtanitskan fi’il apabila:
- Fa’ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Contoh:
تَجْلِسُ هِنْدٌ – جَائَتْ فَاطِمَةُ
- Fa’ilnya berupa isim dhamir yang rujukannya ke muanats haqiqi maupun majazi. Contoh:
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ – زَيْنَبُ حَضَرَتْ
Pada kedua contoh di atas yang menjadi fa’ilnya adalah dhomir ghaib muanats yaitu (هِيَ).
Baca Juga : Isim Maushul
- Boleh fi’il dibuang dari kalimat yang mafhum. Contoh:
مَنْ تَكَلَّمَ؟ أَحْمَدُ
Asalnya:
تَكَلَّمَ أَحْمَدُ
- Fa’il bisa terletak setelah mashdar, isim fa’il, atau isim shifat musyabahah yang beramal seperti fi’il. Contoh:
جَاءَ أَحْمَدُ الْفَاضِلُ أَبُوْهُ
Kata (أَبُوْهُ) merupakan fa’il dari (الْفَاضِلُ) yang merupakan isim fa’il yang beramal seperti fi’il.
Baca Juga : Isim Ghoiru Munshorif
Baca juga penjelasan : Isim muadzakkar dan isim muanats