PENGERTIAN HAAL ( حال)
Daftar Isi Artikel
Haal ialah isim Manshub yang menyatakan keterangan suasana yang samar. Adakalanya menjelaskan suasana fa’il. Seperti dalam misal :
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid sudah datang sambil berkendara
Lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada di dalam firman Allah Swt, inilah :
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “ Maka keluarlah Musa dari kota tersebut ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd خَٰائِفًا berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana Musa masa-masa keluarnya.
Atau menjelaskan suasana maf’ul, laksana dalam misal :
رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku sudah menunggang kuda sambil berpelana.
Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana kuda waktu dipakai angkutan di atasnya. Dan laksana yang ada dalam firman Allah Swt. Berikut :
وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
“ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf kaf yang ada pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.
Atau menyatakan kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal :
لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا = Aku sudah bertemu Abdullah sambil berkendaraan.
Yang dimaksud sambil berkendaraan tersebut ialah aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.
Baca Juga : Maf’ul Liajlih
SYARAT- SYARAT HAAL DAN CONTOHNYA
بِنَكِرَةٍ أُوِّلَ الْمَعْرِفَةِ بِلَفْظِ وَقَعَ ةًفَإِنْ إِلَّانَكِرَ الْحَالُ وَلَايَكُوْنُ
.مُنْفَرِدً أَيْ هُ نَحْوُجَاءَزَيْدٌوَحْدَ
- Tidaklah terbentuk haal itu kecuali nakirah. Apabila ada haal dengan lafazh ma’rifat, maka harus di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti contoh :
جَاءَزَيْدٌوَحْدَهُ =Zaid telah datang sendirian.
Taqdirnya adalah :
جَاءَزَيْدٌمُنْفَرِدًا = Zaid telah datang sendirian
Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan bentuk ma’rifat, tetapi maknanya di takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya adalah :
جَاءَزَيْدٌمُنْفَرِدًا = Zaid telah datang sendirian.
نَحْوُبَدَتِ بِمُشْتَقٍّ جَامِدًامُؤَوَّلًا وَقَدْيَقَعُ مُشْتَقًّا كَوْنُهُ وَالْغَالِبُ
بِضَيْنِ مُتَقَا يَدًابِيَدٍأَيْ وَبِعْتُهُ مُضِيْئَةً، قَمْرًاأَيْ الْجَارِيَةُ
.مُتَرَتَّبَيْنِ وَادْخُلُوْارَجُلًارَجُلًاأَيْ
Baca Juga ; ;Maf’ul Muthlaq
Kebanyakan haal itu dalam bentuk musytaq, berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada juga yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), tetapi mengandung makna musytaq, seperti dalam contoh-contoh berikut :
قَمْرًا الْجَارِيَةُ بَدَتِ = Anak perempuan itu tampak bagaikan bulan.
Yang dimaksud dengan bulan ialah bercahaya.
يَدًابِيَدٍ بَعْتُهُ = Aku telah menjual barang itu secara timbang terima.
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima ialah jual beli secara kontan.
وَادْخُلُوْارَجُلًارَجُلًا = Masuklah kalian seorang-seorang.
Yang dimaksud dengan seorang –seorang ialah berurutan.
لَيْسَ أَنَّهُ بِمَعْنٰي تَامَّةٍ بَعْدَجُمْلَةٍ أَيْ الْكَلَامِ إِلَّابَعْدَتَمَامِ وَلَايَكُوْنُ
مُسْتَغْنِيًا الْكَلَامُ يَكُوْنَ الْمُرَادُأَنْ اِلجُمْلَةِوَلَيْسَ جُزْأَيْ أَحَدَ
.مَرَحًا الَارْضِ فِيْ وَلَاتَمْشِ : تَعَلَي قَوْلِهِ عَنْحَابِدَلِيْلِ
Baca Juga ; Maf’ul Fiih
- Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalam-nya, yakni sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan makna bahwa lafazh haal itu tidak termasuk salah satu dari kedua bagian lafazh jumlah, tetapi tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam itu cukup dari haal ( tidak membutuhkan haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :
مَرَحًا الَارْضِ فِيْ وَلَاتَمْشِ
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)
الأَمْثِلَةِ فِيْ كَمَاتَقَدَّمَ إِلَّامَعْرِفَةً الْحَالِ صَاحِبُ يَكُوْنُ وَلَا
تَعَليٰ وَقَوْلِهِ الدَّارِجَالِسًارَجُلٌ نَحْوُفِي بِمُسَوِّغٍ أَوْنَكِرَةً
يَةٍ قَرْ وَماَٰاَهْلَكْنَامِنْ تَعَلَي وَقَوْلِهِ اءً`سَوَ اَرْبَعَةِاَيَّامٍ ` فِيْ
. اِلَّالَهَامُنذِرُوْنَ
- Tidak ada shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali harus dalam bentuk ma’rifat, sebagaimana yang telah dikemukakan pada contoh-contoh tadi atau dalam bentuk nakirah bila ada haal yang membolehkannya, yaitu : Hendaknya haal mendahului nakirah. Hendaknya nakirah di–takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak sesudah nafi. Contoh haal yang mendahului nakirah seperti :
الدَّارِجَالِسًارَجُلٌ فِي = Didalam rumah itu terdapat seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut :
سَوَٰاءً اَيَّامٍ اَرْبَعَةِ فِيْٰ
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ . Contoh lainnya ialah firman Allah Swt :
اِلَّالَهَامُنذِرُوْنَ قَرْيَةٍ وَمَٰااَهْلَكْنَامِنْ
Baca Juga : Maf’ul Bih
“Dan kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh لَهَامُنْذِرُوْنَ adalah jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ . Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dianggap sah karena ada huruf nafi yang mendahuluinya.
مُصَدِّقًابِالنَّصْبِ عِنْدِاللّٰهِ مِّنْ كِتٰبٌ وَلَمَّاجَٰاءَهُمْ بَعْضِحِمْ وَقِرَاءَةُ
Dan qiraat (bacaan) sebagian mereka (ulama) lafazh مُصَدِّقًا pada ayat berikut bacaanya dengan nashab, yaitu :
مُصَدِّقًا عِنْدِاللّٰهِ مِّنْ كِتٰبٌ وَلَمَّاجَٰاءَهُمْ
“Dan setelah datang kepada mereka Al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (Al-Baqarah:89)
Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah karena di-takhshish oleh zharaf, yaitu : عِنْدِاللّٰهِ مِنْ.
وَجَارًّا ، بِ السَّحَا بَيْنَ نَحْوُرَأَيْتُالْهِلَالَ ظَرْفًا الْحَالُ وَيَقَعُ
وَيَتَعَلَّقَانِ ، زِيْنَتِهِ فِيْ قَوْمِهِ عَلٰي وَمَجْرُوْرًانَحْوُفَخَرَجَ
.وُجُوْبًا مَحْذُوْفَيْنِ بِمُسْتَقِرٍّأَوِاسْتَقَرَّ
Haal itu ada yang berbentuk zharaf, seperti dalam contoh :
السَّحَابِ بَيْنَ الْهِلَالَ رَأَيْتُ = Aku telah melihat bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ adalah zharaf makanan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh الْهِلَالَ .Ada juga yang berbentuk jar dan majrur, seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt . sebagai berikut :
.زِيْنَتِهِ فِيْ قَوْمِهِ عَلٰي فَخَرَجَ
“Maka keluarlah karun kepada kaumnya dalam kemegahannya”.(Al-Qashash:79)
Lafazh زِيْنَتِهِ فِيْ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terkandung di dalam lafazh خَرَجَ . Keduanya yang berbentuk zharaf dan yang berbentuk jar-majrur berkaitan dengan laafazh مُسْتَقِرٌّ (isim fa’il) atau اِسْتَقَرَّ (fi’il madhi), kedua-duanya tersimpan secara wajib. Bentuk lengkap ayat tersebut adalah :
Baca Juga : Maf’ul Ma’ah
زِيْنَتِهِ مُسْتَقِرًّافِيْ قَوْمِهِ عَلٰي فَخَرَجَ
نَحْوُخَرَجُوْامِنْ بِالْوَاوِوَالضَّمِيْرِ مُرْتَبِطَةً خَبَرِيَةً جُمْلَةً وَيُقَعُ
نَحْوُاِهْبِطُوْابَعْضُكُمْ أَوْبِالضَّمِيْرِفَقَطْ . اُلُوْفٌ وَهُمْ دِيَارِهِمْ
.عُصْبَةٌ وَنَحْنُ الذِّئْبُ اَكَلَهُ أَوْبِالْوَاوِنَحْوُلَئِنْ ، عَدُوٌّ لِبَعْضٍ
Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyyah (kalimat berita) yang berkaitan dengan wawu dan dhamir (sekaligus). Contohnya seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut ini :
اُلُوْفٌ وَهُمْ دِيٰرَهِمْ خَرَجُوْامِنْ
“ Mereka itu keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (Al-Baqarah:243)
Jumlah atau kalimat اُلُوْفٌ وَهُمْ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا yang berkaitan dengan dhamir saja, seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt berikut :
عَدُوٌّ لِبَعْضٍ اِهْبِطُوْابَعْضُكُمْ
“Turunlah kamu! Sebahagiaan kalian menjadi musuh bagi yang lain”. (Al-Baqarah:36)
Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sedangkan lafazh لِبَعْضٍ berkaitan dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبِطُوْا , yaitu lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan. Atau berkaitan dengan wawu (saja), seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt berikut :
عُصْبَةٌ وَنَحْنُ الذِّئْبُ اَكَلَهُ لَئِنْ
Baca Juga : Contoh Fail
“Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat)”. (Yusuf:14)
Jumlah atau kalimat عُصْبَةٌ وَنَحْنُ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang berkaitan dengan wawu saja.
Kata Nazhim :
الْهَيْئَاتِ مُفَسِّرٌلِمُبْحَمِ اٰتِيْ ذُوانْتِصَابٍ وَصْفٌ اَلْحَالُ
Haal adalah washf (sifat) yang di nashob-kan yang berfungsi menjelaskan keadaan yang samar.
مُؤَخَّرً بِهِ وَغَالِبًايُؤْتٰي مُنَكَّرً بِهِ يُؤْتٰي وَاِنَّمَا
Sesungguhnya keberadaan haal itu dinakirahkan dan pada ghaib-nya ( Umumnya ) diakhirkan (letaknya).
Baca Juga ; Fi’il Lazim